Jembatan antara gedung T.P. Rahmat dan gedung Benny Subianto


Analisis Material Penyusun Gedung T.P. Rahmat (Labtek VI) ITB

 Saya mengasumsikan jenis pondasi yang digunakan gedung T.P. Rahmat adalah menggunakan pondasi bored pile. Asumsi ini di ambil dengan melihat bentuk kolom bangunan dan ukuran bangunan yang bisa dibilang massive, selain itu pondasi bored pile juga biasa digunakan untuk bangunan yang memiliki ketinggian empat lantai atau lebih. 

 Untuk bagian dinding sekat antar ruangan pada gedung T.P. Rahmat ini terlihat jelas bahwa gedung ini menggunakan bata sebagai material utama pembentuknya bukan batako maupun papan gypsum, karena melihat ketebalan dinding sekat tidak memungkinkan jika tersusun dari batako juga saat dinding diketuk tidak berbunyi seperti saat mengetuk papan gypsum (meskipun ada beberapa ruangan yang dipisahkan hanya dengan papan gypsum). Sedangkan untuk balok dan kolom bangunan ini menggunakan struktur beton bertulang. Untuk atap bangunan di topang oleh baja ringan yang tersambung kepada kolom dan balok bangunan.


Gedung T.P. Rahmat

 Dari analisis diatas saya menyimpulkan proporsi material dari gedung T.P. Rahmat ini adalah : 60% beton bertulang, 25% bata, dan 15% baja ringan

 Setelah mengetahui material pembentuk gedung T.P. Rahmat, sekarang saya ingin memaparkan proses pembentukan material-materialnya. 

Bata
 

Dalam pembuatan batu bata ada 3 tahap yaitu sebagai berikut : 

1.      Tahap penghalusan :
Tanah merah dimasukan ke dalam wadah yang telah disediakan, sebelum dimasukan wadah tersebut diisi  dengan air, selanjutnya tanah dimasukan dan diinjak-injak sampai halus.

2.     Tahap percetakan :
Tanah Merah yang sudah dihaluskan sehingga membentuk tanah liat, setelah itu dimasukan kedalam tempat pencetakan (Forong) yang berukuran panjang 10cm dan Lebar 7cm. Setelah dimasukan kedalam cetakan dan di padatkan dengan cara menakan dengan menggunakan tangan, rapikan permukaan corong menggunakan bambu, setelah itu dibagi menjagi tiga bagian dengan cara dipotong dengan menggunakan  benang boflang. Berikut gambar proses pemasukan tanah liat dan proses perapian permukaan corong.         
 Selanjutnya keluarkan dari cetakan ke tempat yang telah disediakan. Selanjutnya dikeringkan dengan cara menyusun batu bata yang diberi sedikit jarak agar angin dapat masuk. pada musim panas proses pengeringan bisa memakan waktu ± 1 sampai 2 bulan, proses pengeringan juga bergantung dari cuaca. Pengeringan dilakukan dengan cara menyusun bata dengan diberi cela.

3.     Tahap Pembakaran :
     Pembakaran batu bata berlangsung di oven yang terbuat dari batu bata yang direkatkan menggunakan tanah liat itu sendiri. Pembakaran menggunakan kayu yang keras seperti : kayu mangga, kenari, linggua dan kayu yang keras lainnya. Proses pembakaran berlangsung selama 2 hari, yaitu 2 siang dan 2 malam. Apabila  tinggi tempat pembakaran kurang dari 4 meter bisa menampung 6000 bata. selanjutnya batu yang telah diuapkan hingga temperatur suhu naik/tinggi, setelah itu didinginkan dan dikeluarkan melewati pintu Oven yang berada di samping.

       

Baja Ringan
 
        Untuk baja tipis atau baja ringan, proses yang dikenakan dikenal dengan pembentukan dingin atau Cold Forming dan hasilnya biasa dikenal dengan Cold Formed Section. Dalam pembentukan ini pelat baja dalam konsdisi suhu kamar akan dibentuk. Metode pembentukan yang biasa dilakukan adalah:

1. Press Brake
          Proses pembentukan press-brake dilakukan menekuk pelat baja. Pelat baja diletakkan ke dalam alat ini dan ditekuk bagian-bagiannya secara bertahap hingga menjadi bentuk yang diiingkan.
          Kelebihan dari proses ini adalah bentuk profil dapat dibuat sesuai keinginan selama alat atau tooling tersedia. Apalagi dengan alat yang moderen yang terkomputerisasi, mesin press-brake sudah menjadi mesin CNC dengan adanya lengan penahan yang akan bergerak sesuai dengan bentuk yang telah di-masukkan ke dalam program. Mesin baru ini juga telah dilengkapi anti-crowning sehingga bentuk profil yang panjang tidak akan melengkung akibat proses penekukan.
           Kekurangan proses ini adalah dalam produktivitas menghasilkan produk dan tidak mampunya membentuk tekukan kecil yang terhalang oleh tekukan lain. Produktivitasnya sangat rendah jika ingin membentuk profil secara masal, karena prosess untuk pembuatan satu bentuk harus diulang-ulang tekukannya. 

2. Roll Forming
          Proses roll forming dilakukan dengan melewatkan pelat baja ke dalam serangkaian roll hingga produk yang diinginkan tercapai.  Mesin roll forming yang baru sudah terkomputerisasi sehingga dapat melubangi, dan mencetak label di ujung proses setelah profil terbentuk.
          Produktivitas proses roll forming sangatlah tinggi sehingga dalam waktu singkat profil dapat segera terbentuk, itulah kelebihannya.
Namun kekurangannya adalah satu mesin dengan roll set yang telah disiapkan hanya dapat membuat satu bentuk yang telah ditetapkan sehingga harus memesan mesin baru jika menginginkan bentuk baru meski hanya sekedar menambah tekukan atau lipatan.

3. Punching
          Proses ketiga adalah proses pembentukan dengan menggunakan mesin punch atau mesin pons. Pelat baja disimpan di atas die-set dan kemudian proses punching dengan tekanan tinggi akan melubangi dan membentuk pelat baja tersebut. Proses ini biasa dilakukan pada pembuatan aksesoris atau komponen-komponen kecil dari baja ringan. 





Leave a Reply

Search This Blog

Blogroll