Surabaya,
JMOL ** Keberadaan kayu untuk produksi kapal saat ini semakin
langka dan mahal. Luas hutan di Indonesia semakin haris semakin berkurang
secara drastis akibat adanya illegal logging dan penebangan kayu tak
terkontrol. Kondisi demikian rentan akan terjadinya bencana alam seperti banjir
dan tanah longsor.
Dilain
pihak, Pemulihan kondisi hutan di Indonesia memerlukan proses penanaman hutan
kembali (reboisasi) yang membutuhkan waktu sangat lama. Kondisi
kelangkaan kayu ini mengakibatkan harga kayu melambung tinggi ( khususnya kayu
untuk bahan kapal ). Sebagai contoh harga kayu Jati kelas II yang biasa
digunakan untuk membuat kapal bisa mencapai 20-25 juta/m3.
“Kayu
sebagai bahan utama untuk pembuatan kapal sudah langka dan mahal, oleh karena
itu harus segera dicari alternatif bahan lainnya agar industri IKM galangan
kapal rakyat tetap berlangsung”, ujar Dr. Heri Supomo, Dosen Teknik Perkapalan,
ITS Surabaya, kepada JMOL.
Menurut
Heri, berdasarkan data survey yang ada, industri galangan kapal kayu saat ini
ibarat “hidup segan mati tak mau”. Jumlahnya dari tahun ke tahun semakin
sedikit dimana tercatat pada tahun 2010 terdapat 64 unit IKM, dan di tahun 2014
turun menjadi 37 unit.
Kondisi
demikian, lanjut Heri, menimbulkan beberapa alternatif pemecahan yang salah
satunya adalah penggunaan bahan Fiberglass Reinforce Plastic (FRP)
sebagai material utama kapal. Hanya saja, penggunaan material FRP ini bersifat
racun (toxic) dan limbahnya tidak ramah lingkungan, sehingga perlu
dicari alternatif material lain yang lebih ramah lingkungan dan dapat
menggantikan kayu untuk material kapal.
“Kelangkaan
ini harus segera dicarikan solusinya, dan saya telah menemukan material
laminasi bilah bambu. Material ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan kayu Jati,” ungkapnya.
Fleksibel
dan Lebih Murah
Tanaman
bambu jumlahnya melimpah ruah khususnya di Indonesia. Masa panen bambu jauh
lebih singkat jika dibandingkan dengan kayu dimana pada umur 3 tahun sudah bisa
dipanen, sedangkan kayu minimal dapat dipanen sekitar umur 20-30 tahun. Selain
itu, bambu juga memiliki kekuatan tarik yang lebih bagus daripada kayu. Nilai
kuat tarik bambu laminasi 1,5 kali lebih besar daripada kayu ( 184 MPa).
Kelebihan
lain dari material ini adalah pada pembuatan konstruksi berbentuk lengkung.
Proses pembuatan konstruksi lengkung dengan bahan laminasi bilah bambu lebih
mudah dan fleksibel jika dibandingkan dengan kayu solid. Ukuran konstruksi
berbahan laminasi bilah bambu juga lebih mudah disesuaikan dengan ukuran kapal.
Proses pembuatan elemen konstruksi kapal ikan juga lebih cepat dan membutuhkan
tenaga kerja dan peralatan yang relatif sedikit.
Selain
dari sisi teknis, dari sisi ekonomis laminasi bilah bambu relatif lebih murah
dibandingkan dengan kayu jati. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Heri Supomo,
harga material ini sekitar 1/3 kali lebih murah dibandingkan dengan kayu jati.